CINUNUK.KIM Desa Cinunuk. Para pemungut dan pembuang sampah yang kerap bertugas di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung yang dikelola dan diawasi langsung Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bandung mengatakan, lebih baik hidup dari sampah dari pada hidup jadi sampah. Kalimat ini dilontarkan sejumlah petugas pemungut dan pembuang sampah saat mengambil sampah di Komplek Griya Bukit Manglayang RW 21 (GBM 21) Desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Senin (22/11/2021). Tenyata mereka pun yang hampir tiap hari pengambil pengangkut sampah dan dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Sarimukti di Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan truk pengangkut sampah umumnya tergolong "pemulung". Betapa tidak, meski mereka dikelola dan diawasi DLH, statusna tetap magang dan "pemulung". Rezeki yang didapat pun tak tentu, tergantung dari hasil memilih dan memilah sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah TPAS Sarimukti. Bahkan rezeki mereka pun kerap didapat dari hasil belas kasihan sejumlah warga. Jika pun ada petugas pengangkut sampah tersebut berstatus Aparat Sipil Negara (ASN) atau Pekerja Harian Lepas (PHL) bisa dihitung dengan jari. Mereka yang berstatus ASN atau PLH hanya sopir truk pengangkut sampah. "Memang, meski kami tergolong magang dalam mangambil sampah warga untuk dibuang ke TPA Sarumukti, bisa disebut juga pemulung. Sampah-sampah yang diambil dari warga sebelum dibuang, dipilah dan dipilih mana yang layak untuk dijual," tutur Enay (35) salah seorang petugas pemungut sampah ketika ditemui saat mengambil sampah di GBM 21 Desa Cinunuk. Menurut warga Desa Cangkuang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung ini, ia bersama 5 rekannya sudah hampir 5 tahun magang jadi tukang ngambil sampah warga dan membuangnya. "Status kami meski magang, ya bisa tergolong pemulung hanya dikelola dan diawasi DLH. Penghasilan/upah sehari kami para pemulung antara Rp 50-Rp 60 ribu/hari. Penghasilan ini hasil sampah yang dipilah dan dipilih yang layak dijual ke pengepul di Cipatat. Termasuk belas kasihan dari warga. Penghasilan ini setelah dikumpulkan dan dibagi rata"ungkap Enay. Dikatakan Enay, meski ia dan rekannya tiap hari bergelut dengan bau sampah, ia tetap menjalaninya demi makan dirinya dan istrinya. "Ya lebih baik hidup dari sampah daripada hidup menjadi sampah. Sekarang pekerjaan susah, asal halal dan ada berkah mengapa tidak, jadi tukang sampah pun harus dijalani. Apalagi saya telah punya istri, meski belum dikarunia anak, ini sudah jadi tanggungjawab selaku kepala keluarga," kata Enay seraya mengatakan, meski pembuangan sampah ke TPA Sarimukti tergolong lancar, antrean truk sampah kerap terjadi. Enay pun mengaku, selama magang jadi petugas pengambil dan pembuang sampah 5 tahun tetap sehat. Bahkan disaat pendemi covid-19, ia bersama rekannya meski tiap hari bergelut dengan bau sampah, tetap sehat "jagjag waringkas" dan tak ada seorang pun petugas sampah terpapar covid-19. Sementara itu Kadis LH Kabupaten Bandung, Asep Kusumah ketika dikonfirmasi melalui telepun selulernya terkait keberadaan petugas sampah baik yang tergolong magang, PHL dan ASN dilingkungan DLH Kabupaten meski HP nya berdering, tidak angkat.(KIM).